Sifat Buruk Orang Padang Minang yang Tak Patut Ditiru
Negeri Ranah Minang memang menyimpan eksotisme
tersendiri di Indonesia, selain wilayahnya yang rata-rata menyimpan
keindahan alam, adat Minang pun tergolong unik. Rasanya hanya orang
Minang yang menganut matrilineal, pun jargon ‘adat bersendi syara’,
syara’ bersendi kitabullah’ yang didengungkan para ulama pendiri Minang menjadi sesuatu yang kembali membuat Minang terlihat unik.
Negeri ini pun dijuluki sebagai Serambi Mekkah setelah Nangroe Aceh
Darussalam dimana nilai-nilai islam begitu dijunjung tinggi. Penduduknya
tersohor ke seluruh pelosok negeri. (seperti edisi spesial Pas Mantab
malam ini) :)
Tapi, di balik segala bentuk keindahan tadi
tersimpan sebuah kenyataan bahwa apa yang terjadi sesungguhnya tak serta
merta sesuai dengan apa yang mereka anut. Kebiasaan buruk dalam tulisan
ini tak bermaksud ingin membuka aib saudara sendiri, tapi setidaknya
kita bisa memperbaiki demi sebuah citra Minang sebagai Nagari Islam.
Beberapa kebiasaan itu adalah,
1. Memelihara anjing
Awal menginjak Bumi Minang, lambat laun saya
makin mengerti sedikit kebiasaan orang Minang yang cukup membuat saya
mengernyitkan dahi. Di sini orang-orang biasa memelihara anjing, padahal
kebanyakan atau dominan masyarakatnya adalah penganut agama Islam.
Anjing dalam Islam dianggap najis berat dan dalam satu riwayat dikatakan
bahwa di rumah orang Islam yang ada anjingnya, malaikat enggan
mendekat. Bahkan suatu ketika Rasul mendapati Jibril tak mau masuk
rumahnya karena ada anak anjing di depan pintu rumah Rasul.
Kebiasaan ini sejalan dengan kebiasaan yang lain,
yaitu berburu babi. Setiap minggu bisa kita saksikan masyarakat Minang
akan beramai-ramai berburu babi, biasanya di Hutan Bilogi Unand.
Sebenarnya sejarahnya dulu mereka berburu hanya untuk mengusir hama babi
yang merusak tanah pertanian mereka. Tapi belakangan berburu babi
menjadi sebuah tradisi dan kebiasaan orang Minang.
Masalah yang timbul kemudian adalah mereka
terlalu mengistimewakan anjing-anjing peliharaannya daripada anak istri
mereka. Biasanya para
anjing pemburu ini akan mendapat sajian istimewa sebagai asupan
makanan, semacam telur ayam kampung, dan mereka tak segan merogoh kocek
dalam demi kesehatan dan kebugaran anjing-anjing ini.
Sebenarnya Islam membolehkan memelihara anjing
hanya sebagai keperluan untuk menjaga lahan misalnya, bukan sekedar
untuk hewan peliharaan. Tapi, bagaimanapun setidaknya kita sebagai orang
Islam tentu paham akan konsekuensi dari memelihara anjing ini. Tradisi
tinggal tradisi.
2. Pagi-pagi nongkrong di kedai (Maota)
Gambar sekedar ilustrasi, ini kenangan sewaktu di asrama
Ini adalah salah satu perangai yang acapkali saya
perhatikan. Orang Minang sangat suka menghabiskan waktu pagi dengan
mengobrol di warung/kedai. Dan mereka baru akan berangkat kerja atau
membuka toko ketika pukul 9 pagi. Sungguh sangat berbeda dengan anjuran
Islam bahwa waktu terbaik mencari rizki adalah di waktu pagi karena saat
itulah malaikat pembagi rizki bertebaran di muka bumi.
Ada seorang saudagar Minang yang telah berhasil
melakukan gebrakan dengan melawan kebiasaan yang satu ini. Orang adalah
Basrizal Koto atau lebih dikenal dengan Basko. Beliau kerap bercerita
bahwa dia semenjak selesai subuh sudah berangkat kerja, biarpun ketika
jadi kernet metro mini atau ketika membuka kedainya. Dia geram dengan
perangai orang Minang yang suka membuka tokonya ketika siang hari atau
berangkat sawah jam sembilan pagi. Akhirnya, meskipun tak sempat
menamatkan penndidikan dasarnya, beliau menjadi saudagar kaya yang telah
dikenal di seluruh persada nusantara.
3. Mabuk miras
Kebiasaan ini saya perhatikan kala tinggal di
sebuah rumah kontrakan ketika kuliah. Di depan rumah kontrakan saya ada
kedai kecil yang ternyata menjual beragam merek minuman keras. Mereka
gemar menenggak minuman haram ini. Apalagi jika ada keramaian, maka
minuman ini tak bisa tinggal. Dan kebanyakan yang mengkonsumsinya adalah
para pemuda.
Saya pun pernah punya pengalaman menaiki sebuah
bus kota ketika hari menjelang malam. Pengemudi dan kernetnya menenggak
minuman haram ini beramai-ramai dan mabuk. Saya pun khawatir jika saja
mereka lepas kendali, maka bisa saja saya tak pulang ke rumah, melainkan
mampir ke rumah sakit terlebih dahulu.
Rasanya sungguh sayang ketika kita mendengar berita bahwasanya ada pesta miras di Ranah Minang hingga memakan korban tewas.
4. Dugem ala Organ tunggal
Kebiasaan mabuk orang Minang setali tiga uang
dengan yang satu ini. Di setiap acara apapun, maka organ tunggal tak
bisa dilewatkan. Parahnya, organ tunggal ini digeber hingga pagi. Tujuan
awal menyewa organ tunggal untuk menghibur tamu yang datang, ketika
malam berdentang, maka organ tunggal hanya menjadi hiburan segelintir
orang dan menjadi sangat mengganggu orang lain yang ingin beristirahat.
Makin malam musik makin keras, pakaian biduan
kian seksi dan goyangan maut yang mengundang nafsu setan. Musik yang
digeber pun beralih ke musik-musik dugem murahan ala DJ di
club-club. Nyanyian biduan kerap hanya menjadi desahan atau
teriakan-teriakan pengundang syahwat. Penonton yang sudah tak sadar oleh
minuman keras akan bertindak semaunya ditambah lagi godaan dari biduan
yang makin menggila. Saya menebak lagu keong racun dan cinta satu malam
tak terlewatkan. Hahaha…
NB >> biasaya para biduan ini akan saling
kerokan esok harinya karena masuk angin lantaran tak berbaju lengkap
sampai larut malam :D
5. Adu ayam
Gambar nggak nyambung,,,ini mah contoh ayam poligami :D Bodo, yang penting sama-sama ayam
Ini juga merupakan salah satu kebiasaan yang justru
kadang sengaja diajarkan kepada anak-anaknya. Sering saya memperhatikan
anak-anak umur belasan menggendong seekor ayam jantan dan berkeliling
dari pekarangan ke pekarangan untuk mencari lawan ayam jantan miliknya.
Setelah dapat lawan, maka diadulah kedua ayam tersebut. Orang tua mereka
yang melihatnya justru malah tersenyum senang dan bangga.
Padahal nyata-nyata dijelaskan bahwa siapapun
yang suka mengadu binatang tak berdosa, maka di akhirat nanti pun mereka
akan mendapat balasan yang sama. Sama-sama diadu oleh peliharaan mereka
sendiri..
6. Merokok
Di beberapa daerah di Minang, rokok seolah menjadi bawaan wajib ketika
berkunjung, entah itu ke rumah tetua adat, rumah orang tua, atau ketika
mengunjungi orang yang dihormati. Dalam setiap acara pun rokok rasanya
menjadi sajian yang tak luput dilewatkan.
Parahnya, di masjid pun diberlakukan hal yang
sama. Di tempat saya biasa shalat berjamaah, masjidnya malah menyediakan
asbak-asbak rokok sebagai tempat membuang abu para perokok yang datang
ke masjid, biasanya ketika ada perayaan hari besar Islam.
Nabi saja menganjurkan kita menjaga kebersihan
dan memberikan wewangian di masjid, ini justru malah mengotorinya dengan
asap dan bau. Sering saya pulang lebih dulu ketika ada acara semacam
maulid nabi karena sudah tak betah oleh asap rokok dan mata mulai pedih
karena asapnya.
***
Beberapa kebiasaan ini mungkin mudah sekali kita
temukan di Minang, bisa jadi di daerah lain pun bisa terjadi. Bukan
ingin memberikan kesan negatif, tapi setidaknya hal ini sangat kontras
dengan imej Minang sebagai Serambi Mekkah kedua. Sebagai daerah dengan
penganut agama Islam terbesar, tapi nyatanya kebiasaan masyarakatnya
jauh dari Islam.
Sepertinya kita layak mempertanyakan peran ulama
yang kini kian tak terasa, tak seperti perjuangan ulama dahulu ketika
merebut kemerdekaan dan membangun sebuah Nagari Minang. Slogan ‘Adat
bersendi syara’, syara bersendi kitabullah’ (ABS-SBK) rasanya hanya
menjadi slogan saja, tak banyak yang mematrinya dalam sanubari.
Dan, sangat sulit menemukan sesuatu yang
benar-benar bernafaskan islam di Minang kini. Kalaupun ada, hanyalah
segelintir orang dan itupun nyaris tak tampak ke permukaan karena
permukaannya telah tertutupi oleh sampah dan eceng gondok. :D
0 Comments:
Please give a good comment, that good suggestion, no spam, phising, no gamling, no porn, no add link.