Kisah Azab Istri yang Durhaka dan Melawan Suami



Menjalani hidup berumah tangga hampir kurang lebih 20 tahun, tidaklah merubah perangai Septiani.

Budi suami Septiani adalah lelaki yang tabah dan sabar. Kehidupan rumah tangganya yang selalu mengalami pasang surut tidak marah, membuatnya patah semangat menjalani hidup rumah tangganya.

Sebagai suami, Budi tidak mempunyai pekerjaan sendiri hanya membantu pekerjaan istrinya dan membantu segala pekerjaan rumah seperti mencuci pakaian dan merawat anak-anak. Sifat keras dan mau menang sendiri melekat dalam diri Retno.

Ketika posisi kehidupan berada di atas, semuanya indah. Setiap kedua anak perempuan mereka ulang tahun yang saat itu masih SD dan TK selalu tak luput dirayakan.

Septiani selalu melihat ke atas dalam keseharian, memilih sekolah anak-anaknya, dan gaya hidupnya. Bahkan sering meremehkan setiap pemberian orang saat posisi kehidupannya di atas. Walaupun saat itu hanya sebagai penjual jajan pasar terutama gorengan yang salah satunya Loenpia.

Namun kehidupan tidaklah selamanya indah, roda bergulir di kehidupan rumah tangga mereka, di tahun 2000 mereka terpuruk tiba-tiba. Kerja keras dan banting tulang dilakukan tanpa kenal lelah. Tak luput senggolan sana dan sini dari keluarga Budi yang tak pernah acuh begitu saja bila ada kekurangan dana. Rumah tempat mereka sekarang tidak semata-mata kerja keras mereka belaka, tetapi lebih dari sebagian besar permberian kakak-kakak Budi.

Di awal tahun 2008 perekonomian kembali berpihak, penjualan gorengan dan jajan pasar kembali menggeliat dengan berpindah tempat di pasar yang berbeda.

Kehadiran putra ketiga dan putri keempat menambah ramai suasana rumah tangga mereka. Kehadiran putra dan putri mereka terakhir seakan bukan merupakan beban kehidupan yang harus mereka siapkan kelak demi masa depannya.

Kuantitas jualan yang semakin meningkat semakin membuat Septiani kalap. Budi yang seharusnya menjadi kepala keluarga hanya sebagai tumpahan amarah dan emosi belaka.

Sumpah serapah , amarah dan kata-kata tidak pantas yang tidak bisa dipendam, keluar begitu mudahnya dari mulut Retno.

Apapun yang ada didekatnya bisa melayang ke tubuh Budi bila emosi sudah menjadi-jadi.

Sehingga suatu saat Septiani semakin menjadi-jadi manakala barang kulakan yang didapat tidak sesuai keinginannya dengan uang yang kurang.

Septiani melempar keramik ke muka Budi, tapi apa lacur. Dengan tangkisnya Budi menangkis keramik yang dilempar.
Septiani marah besar, keramik yang dilempar mengenai mukanya sendiri. Mukanya berdarah-darah dan sempat dijahit lima jahitan.

Budi diusir dari rumah. Tidak hanya itu, Septiani pun menyebarkan fitnah di tetangga-tetangga lamanya dan di saudara-saudara Budi yang lain, bahwa suaminya lah yang menganiayanya.

"Mulut Septiani kok dipercaya, kaya baru kenal Septiani saja."

Orang tidak akan begitu saja percaya, mereka pasti akan melihat dan menilai apa yang ada di sekitar mereka.

Septiani layak mendapat hukuman dari Tuhan secara tidak langsung atas kesemena-menaan terhadap suaminya.

Budi pergi dari rumah dan anak-anaknya, dalam diam termangu hanya keinginannya untuk pulang karena anak-anaknya.

Dia masih mencintai anak-anaknya dan istrinya walaupun istrinya membuangnya seperti sampah.


0 Comments:

Please give a good comment, that good suggestion, no spam, phising, no gamling, no porn, no add link.