Sifat Watak Orang Padang (Minang) Licik Cadiak Galie
Beberapa tahun yang lalu, seorang peneliti dari Universitas Indonesia menyatakan bahwa salah satu sifat dari orang Minang adalah “galie” yang diberinya arti negatif alias buruk sama dengan “licik”.
Banyak orang Minang waktu itu, termasuk tokoh-tokoh Minang, sangat berang karena merasa tersinggung “per”-nya. Serentak mereka menantang sang peneliti untuk berdisksi secara terbuka mengenai hasil penelitiannya itu.
Banyak orang Minang waktu itu, termasuk tokoh-tokoh Minang, sangat berang karena merasa tersinggung “per”-nya. Serentak mereka menantang sang peneliti untuk berdisksi secara terbuka mengenai hasil penelitiannya itu.
- Inilah Alasan Mengapa Kamu Harus Berpikir 2 kali untuk Menikahi Cewe Padang
- Kelebihan dan Kekurangan Orang Cewek Padang
- Cara Menghadapi Pasangan yang Suka Cerewet dan Nyinyir
- Derita Trauma Nasib Pria Menikah Dengan Wanita Padang
- Para Janda Merindu Cinta di Dunia Maya
- Rintihan Seorang Janda Muda Beranak Tiga
Hati-hatilah kalau mau berbelanja, tanyakan dulu harganya berapa, bisa-bisa anda dicekik dengan harga yang tak berkira-kira.
Pertanyaan dasar dalam hal ini apakah benar orang Minang itu “galie”, dan apakah “galie itu identik dengan “licik” ataukah identik dengan “licin”, dan bukan “licik”.
Di Minangkabau, kita mengenal orang “nan ampek jinih”, sebagai tokoh dan pemuka masyarakat yaitu niniek mamak, alim ulama, cadiak-pandai, dan bundo kanduang.
Cadiak pandai di samping sebagai “urang nan ampek jinih”, juga dianggap sebagai sifat orang Minang yaitu “cadiak dan pandai”.
Cadiak pandai di samping sebagai “urang nan ampek jinih”, juga dianggap sebagai sifat orang Minang yaitu “cadiak dan pandai”.
Baca Juga:
- Sifat & Watak Wanita Padang
- Kelebihan dan Watak Dasar Orang Padang
- Baju Adat Padang Wanita
Apakah sifat cadiak sama pengertiannya dengan pandai. Kalau tidak sama, di mana letak perbedaannya?
Penajaman pemahaman kita tentang sifat-sifat yang selalu dihubungkan dengan watak ke-Minangkabauan ini, agaknya sangat penting kita dalami, supaya kita dapat memahami “jati diri” kita sendiri. Dengan penajaman pemahaman itu kita akan mengetahui apakah benar kita orang Minang ini, orang galie, licik di saatu pihak serta di sisi lain kita juga bersifat cadiak dan pandai. Apakah masing-masing sifat itu seiring sejalan dalam diri kita, ataukah saling bertentangan satu sama lain. Pertanyaan yang pokok dalam menghadapi era globalisasi, sifat dan watak Minang mana yang harus kita kembangkan. Bila kita bicara tentang pengembangan sumber daya manusia, sifat-sifat yang mana akan kita berikan prioritas dalam pendidikan generasi muda Minang khususnya. Apakah perlu kita “malu” bila dikatakan sifat umum kita itu “galie, licik, cadiak dan pandai”. Marilah kita renungkan.
Penajaman pemahaman kita tentang sifat-sifat yang selalu dihubungkan dengan watak ke-Minangkabauan ini, agaknya sangat penting kita dalami, supaya kita dapat memahami “jati diri” kita sendiri. Dengan penajaman pemahaman itu kita akan mengetahui apakah benar kita orang Minang ini, orang galie, licik di saatu pihak serta di sisi lain kita juga bersifat cadiak dan pandai. Apakah masing-masing sifat itu seiring sejalan dalam diri kita, ataukah saling bertentangan satu sama lain. Pertanyaan yang pokok dalam menghadapi era globalisasi, sifat dan watak Minang mana yang harus kita kembangkan. Bila kita bicara tentang pengembangan sumber daya manusia, sifat-sifat yang mana akan kita berikan prioritas dalam pendidikan generasi muda Minang khususnya. Apakah perlu kita “malu” bila dikatakan sifat umum kita itu “galie, licik, cadiak dan pandai”. Marilah kita renungkan.
Galie
Galie berarti seseorang yang bertindak untuk mempertahankan keuntungan yang sudah diperolehnya, dan sekaligus tidak lagi memberi kesempatan kepada pihak lawan untuk menebus kekalahannya.
Dulu di kampung, anak laki-laki suka bermain “ukak”, main “panda”, atau “main simbang”. Main simbang biasanya oleh anak-anak padusi. Main ukak adalah main dengan menggunakan damar (kemiri). Pemainnya terdiri dari dua orang, masing-masing mempertaruhkan tiga butir buah kemirinya. Cara permainan dilakukan dengan melemparkan keenam buah kemiri ke arah sebuah lubang, yang biasanya dibuat di pangkal sebuah pohon yang agak besar. Kemiri yang masuk ke lubang dianggap miliknya si pemain, sisanya yang empat masih di luar. Pihak lawan menentukan salah satu dari keempat kemiri yang di luar untuk dilempar dengan kemiri jantan yang dipunyai oleh pemain. Bila kemiri yang ditunjuk kena lemparan secara tepat, maka pihak pemain dianggap memenangkan seluruh kemiri tapi kalau yag dilempar masuk ke dalam lubang setelah dilempar, maka pemain dianggap gagal dan tidak berhak atas kemiri yang di lubang, maupun yang di luar. Kini giliran main ditukar dengan pemain yang kedua dengan cara yang sama. Pelemparan kemiri dilakukan dengan jarak sekitar tiga meter dari lubang.
Kalau seorang anak sudah menang cukup banyak, misalnya dia sudah mengantongi 20 kemiri, makan dia mulai berpikir. Akan terus main ataukah akan berhenti. Kalau main terus bisa kalah, kalau berhenti, maka pihak lawan yang sedang kalah langsung marah dan menggerutu serta menuduh lawannya dengan kata-kata “galie ang” atau “galie wa ang”. Jadi di sini kata galie berarti seseorang yang bertindak untuk mempertahankan keuntungan yang sudah diperolehnya, dan sekaligus tidak lagi memberi kesempatan kepada pihak lawan untuk menebus kekalahannya, atau meneruskan kekalahannya sampai landeh (habis-habisan). Apakah sifat galie seperti ini baik atau tidak baik, perlu atau tidak perlu kita kembangkan sebagai sifat orang Minang? Marilah kita renungkan.
Licik
Di lapau, empat orang muda asyik bermain remi. Bermain remi adalah memainkan 2 lembar kartu remi. Caranya tiap orang mula-mula diberi kartu sebanyak tujuh lembar. Jadi kartu yang dibagi sebanyak 4 x 7 lembar = 28 lembar. Sisanya ditaruh di tengah sebagai cadangan, yang dapat diambil sebagai tukaran dari kartu yang kita buang karena tak dibutuhkan oleh lawan di sebelah, atau pun kawan kita yang berhadapan dengan kita. Tujuan remi adalah mengumpulkan sebanyak 3 buah kertas remi yang sejenis. Misalnya kertas bergambar King (Raja) sesama King lainnya, kertas berangka 10, dihimpun sebanyak tiga buah dengan kertas berangka 10 juga dari jenis gambar yang berbeda misalnya 10 Spade dihimpun bersama 10 Heart dan 10 Diamond, atau 10 Clover. Atau bisa juga dihimpun gambar atau angka yang berurutan. Misalnya, kertas bergambar King Heart dihimpun dengan kertas bergambar Queen dan Joker bergambar Heart yang sama. Atau bisa juga angka berurutan dari jenis kertas yang sama misalnya kertas berangka 10, 9, dan 8 dari jenis kertas bergambar Clover. Pemain yang lebih dulu dapat mengumpulkan jenis seperti di atas, maka dialah pemenang dan dialah yang diberi bonus.
Bila dalam permainan ini misalnya seseorang mempunyai empat lembar kertas di tangan yang terdiri dari tiga lembar kertas yang memenuhi salah satu kriteria di atas, sedangkan yang satu lembar lagi merupakan kertas berlebih yang tidak memungkinkan pemenangnya remi (menang), maka dengan muka tenang dia bilang dia remi dan menunjukkan tiga kertas yang sejenis, dan pada saat yang sama atau sebelumnya dia telah menyembunyikan lembar ke-4 yang berlebihan. Pemain itu dianggap pemenang selama tidak ketahuan bahwa ada kertas yang disembunyikan. Tapi bila akhirnya ketahuan ada kertas yang disembunyikan,maka pihak lawan akan berteriak “wa-ang licik”. Jadi di sini yang dimaksudkan licik adalah perbuatan seseorang menghalalkan cara utnk mencapai tujuan memperoleh kemenangan. Jadi licik adalah identik dengan tujuan menghalalkan cara. Atau juga dapat dirumuskan mencapai tujuan dengan menipu atau curang. Apakah mayoritas orang Minang mempunyai sifat sedemikian ini. Kalau memang benar, mari sama-sama kita ubah dan tidak perlu dikembangbiakkan lagi.
Kalau seorang anak sudah menang cukup banyak, misalnya dia sudah mengantongi 20 kemiri, makan dia mulai berpikir. Akan terus main ataukah akan berhenti. Kalau main terus bisa kalah, kalau berhenti, maka pihak lawan yang sedang kalah langsung marah dan menggerutu serta menuduh lawannya dengan kata-kata “galie ang” atau “galie wa ang”. Jadi di sini kata galie berarti seseorang yang bertindak untuk mempertahankan keuntungan yang sudah diperolehnya, dan sekaligus tidak lagi memberi kesempatan kepada pihak lawan untuk menebus kekalahannya, atau meneruskan kekalahannya sampai landeh (habis-habisan). Apakah sifat galie seperti ini baik atau tidak baik, perlu atau tidak perlu kita kembangkan sebagai sifat orang Minang? Marilah kita renungkan.
Licik
Di lapau, empat orang muda asyik bermain remi. Bermain remi adalah memainkan 2 lembar kartu remi. Caranya tiap orang mula-mula diberi kartu sebanyak tujuh lembar. Jadi kartu yang dibagi sebanyak 4 x 7 lembar = 28 lembar. Sisanya ditaruh di tengah sebagai cadangan, yang dapat diambil sebagai tukaran dari kartu yang kita buang karena tak dibutuhkan oleh lawan di sebelah, atau pun kawan kita yang berhadapan dengan kita. Tujuan remi adalah mengumpulkan sebanyak 3 buah kertas remi yang sejenis. Misalnya kertas bergambar King (Raja) sesama King lainnya, kertas berangka 10, dihimpun sebanyak tiga buah dengan kertas berangka 10 juga dari jenis gambar yang berbeda misalnya 10 Spade dihimpun bersama 10 Heart dan 10 Diamond, atau 10 Clover. Atau bisa juga dihimpun gambar atau angka yang berurutan. Misalnya, kertas bergambar King Heart dihimpun dengan kertas bergambar Queen dan Joker bergambar Heart yang sama. Atau bisa juga angka berurutan dari jenis kertas yang sama misalnya kertas berangka 10, 9, dan 8 dari jenis kertas bergambar Clover. Pemain yang lebih dulu dapat mengumpulkan jenis seperti di atas, maka dialah pemenang dan dialah yang diberi bonus.
Bila dalam permainan ini misalnya seseorang mempunyai empat lembar kertas di tangan yang terdiri dari tiga lembar kertas yang memenuhi salah satu kriteria di atas, sedangkan yang satu lembar lagi merupakan kertas berlebih yang tidak memungkinkan pemenangnya remi (menang), maka dengan muka tenang dia bilang dia remi dan menunjukkan tiga kertas yang sejenis, dan pada saat yang sama atau sebelumnya dia telah menyembunyikan lembar ke-4 yang berlebihan. Pemain itu dianggap pemenang selama tidak ketahuan bahwa ada kertas yang disembunyikan. Tapi bila akhirnya ketahuan ada kertas yang disembunyikan,maka pihak lawan akan berteriak “wa-ang licik”. Jadi di sini yang dimaksudkan licik adalah perbuatan seseorang menghalalkan cara utnk mencapai tujuan memperoleh kemenangan. Jadi licik adalah identik dengan tujuan menghalalkan cara. Atau juga dapat dirumuskan mencapai tujuan dengan menipu atau curang. Apakah mayoritas orang Minang mempunyai sifat sedemikian ini. Kalau memang benar, mari sama-sama kita ubah dan tidak perlu dikembangbiakkan lagi.
Cadiak
Saya tidak begitu berminat dengan televisi, karena kebanyakan acaranya “konyol”. Namun ada satu film yang saya suka dari televisi yaitu film berjudul McGyver. McGyver saya anggap tokoh yang luar biasa “cadiaknyo”.
Dia merupakan seorang tokoh yang selalu dapat mengatasi kesulitan dengan cara yang sangat kreatif. Dia selalu bisa lolos dari lubang jarum. Dia mempunyai seribu akal dalam mengatasi kesulitan. Dia senantiasa mengandalkan otaknya dan jarang mengandalkan ototnya. Baginya, otak yang utama, sedangkan otot hanya sekedar penunjang. Apa ada orang yang seperti in di Minangkabau, yang menomorsatukan otaknya dan menomorduakan ototnya.
Konon nama Minangkabau berasal dari adu kerbaunya orang Jawa denga anak kerbaunya Datuk Perpatih nan Sebatang dari Minang. Tatkala pasukan Majapahit memasuki wilayah yang kini kita kenal dengan nama Minangkabau, maka pemuka masyarakat Minang seperti Dt. Perpatih nan Sebatang berpikir dan maagak-agak. Apakah mungkin laskar Minang mengalahkan pasukan besar Majapahit ini? Beliau mulai memutar otak dan mengambil kesimpulan “tidak akan mungkin menang melawan pasukan bsar yang sudah berpengalaman banyak itu”. Oleh karena itu, beliau mencari akal, maka diajukan tawaran untuk mengadu kerbau. Kerbau siapa yang menang, maka dialah yang berhak menguasai Ranah Minang. Pemilik kerbau yang kalah harus mengundurkan diri. Akhir cerita adalah kerbau besar dari Jawa diadu dengan anak kerbau yang kuat menyusu, namun diberi tanduk dari besi yang tajam. Ringkasnya, kerbau yang itu terbuai perutnya dan mati. Menanglah si anak kerbau Dt. Perpatih nan Sebatang sehingga sejak itu daerah seedaran Gunung Merapi dan salingkung Gunung Singgalang sampai ker Ranah Lima Puluah di sebut ranah Menangkerbau, atau kini dikenal sebagai Ranah Minang. Jadi, “cadiak” berarti di sini bahwa dalam menghadapi masalah sulit dan rumit, orang itu masih mampu mencari jalan keluar untuk mengatasinya. Jadi, yang dikatakan “cadiak” dalam pengertian orang Minang adalah kemampuan menggunakan akal mengatasi keadaan yang rumit. Oleh karena itu, dalam pengertian adat Minang yang dikatakan cadiak pandai adalah orang yang cadiak biopari, tahu diereng jo gendeng, tah dicakah jo kaik, pandai manarah manalakang, pandai marapek dalamm aie. Mambuhue indak mambuku, mauleh indak mangasan. Itulah nan cadiak. Sifat seperti itu kiranya perlu dilestarikan dan dikembangkan di kalangan muda Minangkabau.
Pandai
Kalau cadiak berhubungan dengan akal pikiran atau kecerdasan otak, maka “pandai” berhubungan erat dengan keahlian profesional atau keterampilan seseorang. Oleh karena itu, orang cerdik belum tentu pandai. Sebaliknya orang “pandai” belum tentu juga cerdik. Jadi, orang cerdik pandai adalah orang yang mempunyai kemampuan mengatasi masalah yang rumit, dan mempunyai keterampilan profesional untk menunjang kehidupan ekonominya. Pepatah Minang menyebutkan “tukang nan pandai takkan membuang kayu”. Kayu nan kuek ka tunggak tuo, nan luruih ka rasuak paran, nan lantiang ka bubungan, nan bungkuak katangkai bajak, nan ketek katangkai sapu, nan satampok ka papan tuai, nan rantiang ka pasak suntiang, nan pangka ka kayu api, abunyo ka pupuak padi. Jadi, “pandai”berarti memiliki suatu keterampilan yang berguna untk hidup dan kehidupan kita sendiri.
Contohnya adalah “pandai besi”, tukang batu, tukang kayu, tukang ameh, tukang uruik, dan sagalo macam dan banamo “tukang”, termasuk petani, pengrajin, termasuk tukang ota, tukang copet.
Sifat “pandai” dalam pengertian profesional ini kiranya sangat perlu dikembangkan sebagai sifat yang harus dimiliki orang Minang.
Memperdalam sifat-sifat seperti berani, rajin, adil, setia, tenggang rasa, hemat (bukan sampilik) akan memperkuat watak pribadi orang Minang, karena dengan cara itu mereka akan lebih mengenal jati dirinya dan akan bangga dengan sifat dan watak ke-Minangkabauannya.
Penulis: Amri M.S.,dalam buku Adat Minangkabau, Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang.
Dicari Juga:
Konon nama Minangkabau berasal dari adu kerbaunya orang Jawa denga anak kerbaunya Datuk Perpatih nan Sebatang dari Minang. Tatkala pasukan Majapahit memasuki wilayah yang kini kita kenal dengan nama Minangkabau, maka pemuka masyarakat Minang seperti Dt. Perpatih nan Sebatang berpikir dan maagak-agak. Apakah mungkin laskar Minang mengalahkan pasukan besar Majapahit ini? Beliau mulai memutar otak dan mengambil kesimpulan “tidak akan mungkin menang melawan pasukan bsar yang sudah berpengalaman banyak itu”. Oleh karena itu, beliau mencari akal, maka diajukan tawaran untuk mengadu kerbau. Kerbau siapa yang menang, maka dialah yang berhak menguasai Ranah Minang. Pemilik kerbau yang kalah harus mengundurkan diri. Akhir cerita adalah kerbau besar dari Jawa diadu dengan anak kerbau yang kuat menyusu, namun diberi tanduk dari besi yang tajam. Ringkasnya, kerbau yang itu terbuai perutnya dan mati. Menanglah si anak kerbau Dt. Perpatih nan Sebatang sehingga sejak itu daerah seedaran Gunung Merapi dan salingkung Gunung Singgalang sampai ker Ranah Lima Puluah di sebut ranah Menangkerbau, atau kini dikenal sebagai Ranah Minang. Jadi, “cadiak” berarti di sini bahwa dalam menghadapi masalah sulit dan rumit, orang itu masih mampu mencari jalan keluar untuk mengatasinya. Jadi, yang dikatakan “cadiak” dalam pengertian orang Minang adalah kemampuan menggunakan akal mengatasi keadaan yang rumit. Oleh karena itu, dalam pengertian adat Minang yang dikatakan cadiak pandai adalah orang yang cadiak biopari, tahu diereng jo gendeng, tah dicakah jo kaik, pandai manarah manalakang, pandai marapek dalamm aie. Mambuhue indak mambuku, mauleh indak mangasan. Itulah nan cadiak. Sifat seperti itu kiranya perlu dilestarikan dan dikembangkan di kalangan muda Minangkabau.
Pandai
Kalau cadiak berhubungan dengan akal pikiran atau kecerdasan otak, maka “pandai” berhubungan erat dengan keahlian profesional atau keterampilan seseorang. Oleh karena itu, orang cerdik belum tentu pandai. Sebaliknya orang “pandai” belum tentu juga cerdik. Jadi, orang cerdik pandai adalah orang yang mempunyai kemampuan mengatasi masalah yang rumit, dan mempunyai keterampilan profesional untk menunjang kehidupan ekonominya. Pepatah Minang menyebutkan “tukang nan pandai takkan membuang kayu”. Kayu nan kuek ka tunggak tuo, nan luruih ka rasuak paran, nan lantiang ka bubungan, nan bungkuak katangkai bajak, nan ketek katangkai sapu, nan satampok ka papan tuai, nan rantiang ka pasak suntiang, nan pangka ka kayu api, abunyo ka pupuak padi. Jadi, “pandai”berarti memiliki suatu keterampilan yang berguna untk hidup dan kehidupan kita sendiri.
Contohnya adalah “pandai besi”, tukang batu, tukang kayu, tukang ameh, tukang uruik, dan sagalo macam dan banamo “tukang”, termasuk petani, pengrajin, termasuk tukang ota, tukang copet.
Sifat “pandai” dalam pengertian profesional ini kiranya sangat perlu dikembangkan sebagai sifat yang harus dimiliki orang Minang.
Memperdalam sifat-sifat seperti berani, rajin, adil, setia, tenggang rasa, hemat (bukan sampilik) akan memperkuat watak pribadi orang Minang, karena dengan cara itu mereka akan lebih mengenal jati dirinya dan akan bangga dengan sifat dan watak ke-Minangkabauannya.
Penulis: Amri M.S.,dalam buku Adat Minangkabau, Pola dan Tujuan Hidup Orang Minang.
Dicari Juga:
- baju adat padang cowok
- baju adat padang anak
- nama baju adat padang
- pakaian adat bundo kanduang
- baju adat minangkabau anak
- baju adat minangkabau modern
- kejelekan orang padang
- fakta pria padang
- liciknya orang padang
- kelemahan orang padang
- sifat wanita padang
- kelebihan dan kekurangan orang minang
- pria padang menikah dengan wanita jawa
- ciri ciri wajah orang padang